Sambungan . . . . .
Keesokan harinya,
Harum, Andin, dan Windy sedang dudk di kantin. Lalu seorang cowok datang mendekat.
Cowok itu adalah Bayu, teman Arif. Ia datang untuk berterima kasih kepada Harum
karena telah menolong Arif. Tapi Harum tidak terlalu menanggapinya. Bayu
memperkenalkan dirinya kepada Harum, Andin dan Windy, begitu juga sebaliknya.
Mereka memperkenalkan diri mereka kepada Bayu.
Beberapa hari telah berlalu, dan
seperrtinya Arif tidak lagi sakit. Saat menuju suatu tempat di kampus, Harum
dan teman-temannya bertemu dengan Arif dan Bayu yang berada di depan mereka.
“Hei, kalian mau
ke mana?” Bayu menyapa mereka bertiga.
“Kami mau ke
perpustakaan.”Windy menjawab pertanyaan Bayu.
“Hei Rif itu
Harum. Aku rasa kamu belum megucapkan terima kasih sama Harum.”Bayu menyuruh
Arif berterima kasih kepada Harum.
Arif memandangi
Harum, ia mempertimbangkan usul Bayu itu.
“He will never
say thanks. Even to me, or anyone else. Because he is a man that will never say
sorry to peoples.”Harum langsung meninggalkan Arif dan Bayu, dan teman-temannya
di belakang mengikutinya.
“Wait!”Bayu
memanggil mereka kembali.
Mereka pun terhenti.
“Ada apa?”Andin
berbalik arah.
“Bagaimana kalo
kalian besok datang di lapangan basket di dekat kampus ini? Kami akan
bertanding, aku dan Arif akan bertanding.”
“Oh, kami akan
mempertimbangkan itu.”
Setelah itu
mereka menuju ke tempat tujuan mereka masing-masing.
Hari ini adalah hari minggu. Sudah
jam 07.00 pagi tapi Harum masih tidur di kamarnya. Bunda mencoba untuk
membangunkan Harum. Beberapakali beliau mengetok pintu kamar Harum, tapi Harum
belum juga bangun. Bunda kembali membangunkan Harum.
“Harum, bangun
cepat! Ini sudah jam tujuh lewat. Kamu ini, kayak anak kecil aja. Kamu harus
bantu bunda juga dong, bantu kemas-kemas, bantu masak. Cepat bangun!”
“Tapi bunda,
Harum masih ngantuk.”
“Bangun sekarang!”
Harum bangun dari
tempat tidurnya dan langsung mandi. Setelah itu ia membersihkan rumahnya.
Ketika Harum sedang mengepel, Hpnya berdering, Andin menelponnya. Andin
mengajak Harum untuk menyaksikan pertandingan basket, tapi Harum menolak. Setelah
selesai mengerjakan pekerjaan rumah,
Harum duduk termenung tak tau apa yang ingin ia lakukan.
“Huh, ngapain aja
nih? Masa’ aku juga harus nonton sih. Kalo yang main bukan Arif mau juga aku
nontonnya. Tapi, bosan ah di rumah.” Harum memutuskan untuk pergi nonton pertandingan
tersebut.
Sesampainya di sana, ia pergi duduk
di dekat Andin dan Windy.
“Katanya gak mau
pergi.”Andin menegur.
“Bosen di rumah.”
Ketika
pertandingan berlangsung, banyak penonton yang berteriak untuk mendukung tim
mereka. Harum yang duduk itu turut menyaksikan dengan seksama. Lalu ia berkata
dalam hati,”Arif ganteng juga ya. Apalagi waktu dia main. Huh, apa yang
kupikirkan sih.”
Sesekali
pertandingan berhenti sejenak, terlihat Bayu danWindy saling melambai.
“Udah main
lambai-lambaian nih cceritanya?Andin berkata.
Windy hanya
tersenyum mendengar pernyataan temannya itu. Pertandingan pun berakhir dan tim
Bayu dan Arif memenangkan pertandingannya.
Seusai pertandingan, Arif, Bayu,
Andin, dan Windy berkumpul di tepi lapangan basket. Windy memberikan satu botol
air minum untuk Bayu. Dengan senang, Bayu menerimanya. Mereka
berbincang-bincang sejenak, dan tampak tidak ada Harum di situ. Harum pergi ke
warung makan sebelah. Lalu Arif meninggalkan mereka, ia mau pergi ke warung
makan yang ada di sebelah agak jauh dari tempat pertandingan.Arif mencari
tempat duduk yang cukup, tapi tidak ada
yang kosong. Karena kebetulan banyak penonton yang nonton, jadi banyak orang
yang makan di tempat itu, karena tempat itu adalah warung terdekat dengan
tempat pertandingan. Tapi ia melihat tempat kosong yang hanya diduduki oleh
seorang wanita. Tapi, setelah ia melihat wanita itu, ternyata Harum.
“Apakah aku harus
duduk di dekatnya? Hah, mana perutku lapar lagi.”
Secara tiba-tiba
Arif duduk di tempat yang sama dengan Harum.
“What are you
doing here?”Harum terkejut.
“Emang gak boleh,
ini bukan tempat duduk kamukan?”
“Udah datang
entah dari mana, ngomongnya lagi gak sopan. Dasar!
“Kamu pikir aku
mau duduk di sini? Look at around you! There’s no chair for me. Aku terpaksa.”
Setelah semua selesai, mereka semua
pulang. Harum sedang duduk di halte menunggu bis yang akan membawanya pulang.
Sebuah mobil datang ke halte tersebut. Lalu keluar seorang pria, Arif.
“Di mana sepeda
motor bututmu itu?”
“Not your
bussiness.”
“Come with me,
I’ll send you.”
“What?”
“Yaa, dari pada
kamu nunggu gak tentu kayak gini.”
“Kamu mimpi apa
sih semalam?”
“Aku tidak
bermaksud apa-apa. Aku hanya ingin membalas budimu. Aku gak suka punya hutang.”
“You don’t have
to pay it.”
“Cepat masuk ke
dalam mobil!”
“Kalo aku gak
mau?”
Arif langsung
memegang tangan Harum dan menyeretnya masuk ke dalam mobil. Harum mencoba untuk
melawan. But, she just a girl.
Dalam perjalanan mereka tidak bicara
sama sekali. Mereka pun tiba di rumah Harum.
“How do you know
where is my house?”
“Bukannya kamu
sendiri yang nulis alamat rumahmu di buku catatanmu itu. Sudah, keluar sana
dari mobilku!”
“Siapa juga yang
mau lama-lama di dalam mobilmu.”
Harum keluar dari
mobil Arif dan menyaksikan Arif pergi dengan mobilnya.
Sang bunda yang
berdiri di depan pintu tersenyum kepada Harum.
“Pacar?”
“Bukan bunda.
Amit-amit deh.”
“Kalo bukan pacar, teman?”
“Bukan bunda?”
“Bukan pacar,
bukan teman, lalu apa dong? Musuh?”
“Bisa dikatakan
seperti itu sih bunda.”
“Kalo musuh kok
mau nganter, dan kamu kok mau diantar?”
“Gak tau.”
Beberapa semester telah mereka
lalui. Dan terdengar kabar orang tuanya Arif tidak jadi bercerai. Mereka berlima sering terlihat bersama, bisa
dikatakan mereka telah menjadi teman. Arif dan Bayu pun sering terlihat bersama,
Arif sering mengantar Harum pulang walaupun mereka sering bertengkar. Besok
adalah ulang tahun bunda yang ke-39, Harum mengundang teman-temannya.
“Besok ultah
bunda aku, jadi aku mau kalian datang.”
“Pasti. Kita
berdua bakal kasih bunda kamu hadiah yang the best. Bener gak Win?”
“Bener tu, lagi
pula bunda kamu tu kayak bunda kita juga. Arif sama Bayu kamu undang gak?”
“Mmm, gak usah.”
“Kok gak usah
sih? Mereka kan temen kita juga.”
“Pendapatku
mereka bukan temen kok.”
“Kamu kok gitu
sih sama mereka. Bayu kan pacar aku.”
“Iya. Aku
bercanda aja kok. Santai aja kali”
Malam ini pesta pun dilaksanakan,
ultah bunda sangat meriah malam ini.
Bunda berbicara di depan banyak orang mengucapkan terima kasihnya. Dan ia
mempersilakan para tamu untuk menikmati hidangan yang telah di siapkan. Beliau
juga berterima kasih atas hadiah yang telah beliau terima. Para tamu sangat
menikmati hidangannya. Ketika mereka semua sedang makan, tampak di situ bunda
Harum dan orang tua Arif ngobrol, mereka kelihatan sangat akrab.
“Apa sih yang
dibicarakan bunda sama parentsnya Arif?”
“Mau ngejodohin
kalian kali.” Andin menjawab dengan santainya.
“What! Amit-amit
deh.”
Pesta telah
punberakhir, tamu pun sudah pulang semua. Bunda dan Harum membawa kado-kado itu
ke dalam kamar bunda.
“Apa bunda mau
buka semua kado sekarang?”
“Iya dong, kapan
lagi.”
“Dari aku dulu
dong bunda yang dibuka!”
“Iya.”
Bunda membuka
kado dari Harum. Ternyata Harum menghadiahkan bunda sebuah jam tangan yang
berwarna keemasan. Sang bunda sangat menyukainya. Lalu bunda membuka hadiah
dari Arif dan isinya adalah sepasang sepatu berhak yang tidak terlalu tinggi.
Kado dari Andin yaitu sehelai gaun pesta berwarna merah hati yang agak
menguncup di bagian bawahnya. Kado dari Windy yaitu obat trdisional dari
ginseng yang ayahnya dapatkan dari Cina, baik untuk kesehatan. Kado dari orang
tua Arif yaitu sebuah lukisan yang berukuran dan berbingkai besar yang menceritakan
keindahan ciptaa Allah Yang Maha Kuasa. Lalu kado dari Bayu yaitu syal berwarna
ungu. Setelah kado dari Bayu itu dibuka, sang bunda merasa pusing. Harum
langsung menyuruh bunda istirahat dan tidur. Ketika sang bunda tertidur Harum
memandangi bunda yang menua itu.
Keesokan harinya, bunda yang berada
di rumah merasa pusing lagi dan ingin pingsan. Bunda segera beristirahat di
kamarnya. Dengan segera juga bunda pergi ke rumah sakit ingin mengetahui
keadaannya. Dokter memeriksa bunda dengan seksama dan memperhatikan segala
sesuatu yang mungkin menjadi penyebabnya. Setelah diperiksa, bunda menunggu di
ruang tunggu. Tidak lama kemudian dokter datang dari sebalik pintu yang
berwarna putih itu.
“Dok, bagaimana
dengan hasilnya?”
“Penyakit ibu ini
tidak bisa dibiarkan.”
“Maksudnya Dok?”
“Ibu sedang
mengidapi penyakit yang berbahaya dan harus di atasi dengan cepat. Ibu sedang
mengidapi penyakit Laukimia.”
“Leukimia?”
“Iya. Kami
meminta ibu untuk segera diperiksa agar leukimia ibu tidak menjadi parah
sebelum terlambat.”
Bunda sangat
terkejut mendengar berita ini. Ini merupakan berita yang buruk baginya, dan
beliau tidak akan memberitahukannya kepada Harum. Beliau tidak ingin Harum
khawatir dengan keadaannya.
Sekali lagi Arif ingin mengantar
Harum pulang. Dan Harum mencoba untuk menolak.
“Aku anter kamu.”
“Enggak ah,
terlalu sering. Aku gak mau punya banyak utang sama kamu. Nanti kamu tagih
lagi, kamu kan gak bisa dipercaya.”
“Bakal gak ada
utang-utangnya, percaya deh.”
“Ih, nekat deh.
Kenapa sih?”
“Jangan GR ya,
aku cuman mau ketemu sama bunda kamu kok. Is that wrong? Udah cepat masuk!
Susah deh!”
Arif pun
mengantar Harum pulang. Sesampainya di
rumah Harum. Mereka berdua masuk ke rumah. Tapi bunda sepertinya tidak ada di
rumah. Harum mencari bunda di seluruh ruangan yang ada di rumah, tapi bunda
tidak ada di rumah. Harum sempat khawatir. Arif menyuruh Harum untuk
menghubungi bunda. Tapi, terdengar bunyi mobil di luar dan bunda keluar dari
mobil taksi itu.
“Bunda dari
mana?”
“Bunda? Oh, bunda
tadi . . .bunda tadi dari klinik.”
“Dari klinik?
Bunda sakit apa?”
“Bunda gak sakit
apa-apa, kamu jangan khawatir. Bunda mau periksa soalnya bunda sering pusing.
Ternyata bunda hanya kecape’an. Oh ada nak Arif.”
“Siang tante.”
Mereka
berbincang-bincang di ruang tamu, setelah itu Arif pulang. Bunda meminta Harum
untuk mengantar Arif sampai ke luar, tapi Harum menolak dengan banyak alasan.
Bunda memaksa Harum dengan alasan bahwa Arif sudah sering mengantarnya pulang.
Harum mengantar Arif sampai keluar.
“Kenapa cemberut?
Kalo gak mau ngantar aku, ya udah gak usah.”
“Bukan.”
“Tentang tante?
Kamu jangan berpikir yang negatif, pokoknya berpikirlah positif ya. Bunda kamu
pasti gak apa-apa.”
Pada malam harinya Harum duduk di
taman sendirian termenung seperti memikirkan sesuatu. Tanpa disengaja Arif juga
berada di taman tersebut sedang berjalan-jalan sambil mendengarkan lagu yang ia
dengarkan dengan memakai earpiece. Ia melihat Harum yang sedang duduk di kursi
taman panjang itu. Ia tersenyum melihat Harum dan langsung mendekati Harum.
“Ternyata puteri
kodok jelek sekali ya kalo lagi cemberut, tapi udah sering sih ngelihatnya.”
“Arif, ngapain
kamu ke sini? Muncul tiba-tiba kayak hantu aja. Aku tu heran deh kenapa sih
kamu ada di mana-mana?”
“Itu tandanya di
situ ada kamu, di situ ada aku. Jangan-jangan kamu lagi mikirin aku ya? Atau
jangan–jangan kamu selalu bawa aku ke mana-mana ya?”
“Apaan sih,
ngomong tu to the point aja.”
“Ya iya, kamu
selalu bawa aku ke mana aja di dalam hati kamu.”
“Ngacok deh.”
“Hem. . . Mikirin
apa sih? Bunda? Aku kan udah bilang do not think negative, just think about
positive thing.”
“I’m trying but I
can’t.”
“Apa kamu gak
percaya apa yang bunda kamu bicarakan kemarin?”
“Iya aku percaya
tapi . . . ada hal lain.”Harum mengiyakan perkataan Arif walaupun yang ia
pikirkan adalah hal lain yang ia sembunyikan dari semua orang.
“Hal lain? I am
not gonna ask you what is it. Udah terlalu malam nih, mendingan kita pulang aja
yuk.”
Arif pun mengantar
Harum pulang. Harum berterima kasih kepada Arif. Arif yang masih di mobilnya
menunggu Harum masuk ke dalam rumahnya, setelah itu baru ia pergi.
Di kampus, sebagian pada hari sabtu
anak-anak kuliahan ada yang sibuk dan ada juga yang gak sibuk. Untuk hari sabtu
bagi Harum dan teman-temannya bukanlah hari sibuk bagi mereka untuk mengerjakan
tugas dari dosen.
“Bunda aku kok
aneh ya kebelakangan ini?”
“Aneh?
Maksudnya?” Andin yang sedang makan itu bertanya.
“Iya, bunda tu
kayak berubah gitu. Dia tu sering nasehatin aku.”
“Bunda kamu
berubah? Bukan bunda kali yang berubah, tapi kamunya kali yang berubah.”Windy
menyambungi pembicaraan.
“Kok aku sih?
Ngapain juga aku berubah.”
“Mungkin kamu
lagi jatuh cinta.”
“Jatuh cinta?
Sama siapa?”
“Sama Arif.”
“Ih gila kali
kamu.”
“Habis, kami
sering melihat kalian itu jalan berdua. Iyakan Din?”
“Iya benar.”
Hari ini tidak disangka-sangka Arif
mengajak Harum dan bundanya jalan-jalan ke mall. Harum agak terkejut tapi, ia
dan bundanya menerima ajakan Arif. Mereka belanja macam-macam barang. Ketika
Harum sedang memilih-milih barang, Arif mengajak bunda bicara agak jauh dari
Harum.
“Tante, kira-kira
hadiah apa yang bakal Harum suka jika aku kasih dia?”
“Jadi kamu kamu
mau ngasih Harum hadiah ni?”
“Iya, gitu deh
ceritanya tante.”Arif sesekali melihat Harum dari jauh. Tapi Harum hilang dari
pandangannya.
“Harumnya mana
Tante?”
“Harum? Lho
tadikan ada di situ.”
“Mungkin dia lagi
jalan cari barang lagi kali ya?”
“Iya sih. Tapi,
kok tante rasanya gak enak gitu.”
Bersambung . . . . . (Maaf Ya)
Aku harap dibaca aja sih
By : Uswatun Hasanah
No comments:
Post a Comment