Sambungan . . . . .
Kali ini selesai readers :)
Kali ini selesai readers :)
Di rumah Arif,
telepon rumah berdering. Dan Papa Arif yang menjawab.
“Halo siapa?”
“Anda pasti
ayahnya Arifkan?”
“Iya, ada apa ya?”
“Pacar anak anda
berada di tangan saya sekarang, kami menculiknya.”
“Apa? Pacar anak
saya?”
“Saya minta
tebusan, nanti jam 10 malam akan saya telpon lagi.”
Papa Arif
langsung menelpon Arif.
“Halo Arif.”
“Halo Pa.”
“Arif, tadi papa
nerima telpon dari orang asing. Katanya pacar kamu itu diculik.”
“Pacar? Diculik?
Harum.”Arif langsung menutup telpon.
“Tante ayo kita
pergi!”
“Tapi ke mana?”
“Kita harus pergi
sekarang tante.”
“Tapi bagaimana
dengan Harum?”
“Masalah ini
berkaitan dengan Harum. Kita harus pergi sekarang!”
“Apa?”
Mereka berdua
bergegas ke rumah Arif.
Sesampainya di rumah Arif, sudah ada
beberapa polisi di situ.
“Papa!”Arif
memanggil papanya.
“Arif. Papa rasa
yang orang asing sebut itu adalah Harum.”
“Arif juga punya
pikiran seperti itu. Apa yang mereka mau?”
“Tentu saja uang
dan jumlahnya sebesar 5 milyar.”
“5 milyar?”
Tiba-tiba telepon
rumah berbunyi lagi. Papa Arif langsung menjawabnya, dan benar dugaan papa Arif
bahwa yang menelpon adalah penculik itu. Arif merampas telepon dari ayahnya.
“Apakah kamu
sudah menyiapkan uangnya?”
“Di mana Harum?”
“Oh, kamu pasti
Arif kan? Haha Harum akan baik-baik saja jika uangnya juga sudah siap.”
“Aku mau ngomong
sama dia.”
“Oh, jadi kamu
gak percaya? Okey.”
“Arif tolongin
aku!”suara Harum agak sulit untuk didengar.
“Sabar ya Rum,
aku pasti bakalan nyelamatin kamu.”
“Udah ngomongnya!
Ingat, besok di depan gedung yang tidak terpakai di dekat danau jam 8 pagi. Sendirian,
tanpa polisi. Jika ada walau satupun polisi aku lihat, pacar kesayanganmu ini
akan pulang tanpa kepala haha.”
“Jika sesuatu
terjadi pada Harum, kamu bakalan mati!”
“Ancaman yang
bagus! Haha.”si penculik langsung menutup telpon.
Ketika mereka
sedang berbicara di telpon, polisi melacak keberadaan si penculik dengan alat
pelacak melalui saluran telpon tadi dan usaha itu berhasil. Polisi akan
melakukan operasi di gedung di dekat danau tersebut malam ini.
Tiba-tiba bunda Harum pingsan. Semua
panik, dengan segera beliau dibawa ke rumah sakit. Mama Arif menemani bunda
Harum di rumah sakit. Dokter memeriksa bunda Harum dan mengetahui bahwa bunda
Harum terkena penyakit leukimia. Mama Arif segera menelpon Arif dan
memberitahukan keadaan bunda Harum. Arif syok mendengar berita tesebut, ia
benar-benar tidak menyangka.
“Arif, kamu harus
tabah.”
“Iya Pa. Pa aku
akan ikut polisi melakukan operasi ini.”
“Tidak, kamu
tidak boleh ikut.”
“Tapi Pa, Harum
ada di sana, dan dia butuh aku.”
“Terlalu
berbahaya Rif.”
“Papa please,
biarkan aku pergi.”
“Baiklah,
hati-hati.”
“Makasih Pa.
Bilang sama tante, aku akan membawa Harum pulang dengan selamat.”
Mereka pun pergi
dengan peralatan yang lengkap.
Di lokasi penyerbuan, gedungnya
memang terlihat kosong. Tapi ada cahaya lampu di dalam gedung tersebut. Satu
demi satu penjaga gedung tersebut di lumpuhkan. Beberapa polisi dan Arif akan
naik ke tingkat 3, tapi ada sebuah ruangan yang mencurigakan bagi Arif. Dengan
sendirinya ia mendekati ruangan tersebut. Ia mendengar suara seorang pria dan
wanita sedang tertawa, seperti sedang merayakan kemenangan.
“Bagus, sepertinya
rencana kita berhasil.”pria itu berkata.
“Iya, kamu benar.
Sebentar lagi kita bakal kaya.”wanita itu berkata penuh rasa gembira.
“Ternyata mereka
mudah sekali di bohongi ya.”
“Iya. Sangat
mudah, mereka tidak mencurigaiku sama sekali.”
Arif mencurigai
suara wanita tersebut seperti suara Harum. Ia mengintip di sebalik pintu. Dan
ternyata benar dugaannya, Harum memang berkomplot dengan penculik tersebut. Ia
sebenarnya tidak diculik, tapi telah menipu semua orang termasuk bundanya
sendiri. Arif sangat syok, ia hampir saja menangis. Tiba-tiba ada orang yang
menepuk bahunya. Ia terkejut, ternyata polisi yang sedang ingin mendobrak pintu
ruangan tersebut.
“Biar kami
saja.”seorang polisi yang mendorong Arif dengan pelan menjauh dari pintu.
Arif tersandar di
dinding.
“Lepaskan saya,
lapaskan saya!”harum berteriak kepada polisi.
Harum terkejut
saat di hadapannya ada Arif.
“Arif!”Harum
menyebut nama Arif dengan pelan.
“Aku . . . Aku
kecewa sama kamu Rum. Aku kecewa banget sama kamu.”
Lalu Harum dibawa dulu ke rumah
Arif. Di sana sudah ada sang bunda yang menunggu Harum. Bunda heran mengapa
harum diborgol, begitu juga dengan Papa dan Mama Arif.
“Harum, mengapa
kamu diborgol nak? Pak Polisi, mengapa Anda memborgol anak saya? Arif, apa yang
sebenarnya terjadi?”
“Harum sudah menipu
kita semua, dia sebenarnya tidak diculik, tapi bersekongkol dengan penjahat itu
hanya untuk uang 5 milyar.”
“Harum, apakah
itu benar? Harum, jawab Bunda Nak! jawab Bunda!”
“Iya, itu benar.
Bunda tau gak mengapa Harum menjadi kayak gini? Ini karena Bunda. Bunda gak
pernah ngertiin perasaan Harum. Setelah ayah meninggal pun Bunda tidak pernah
negrtiin Harum. Harum perlu perhatian dari Bunda, Bunda gak pernah ngasih lebih
untuk Harum, Bunda gak manjain Harum, gak kayak Papa dulu. Bunda jahat!”
“Harum cukup!
Kamu itu sedang berbicara dengan ibumu sendiri, kamu sadar gak sih? Kamu itu
hanya mementingkan perasaanmu saja, apa pernah kamu ngertiin perasaan Bunda
kamu? Pernah? Kamu tau sekarang Bundamu sedang sakit apa? Kamu tau? Bundamu
sedang terkena penyakit leukimia, bahkan kamu tidak tahu itu.”Arif mengeluarkan
emosinya terhadap Harum.
“Apa? Bunda, itu
gak bener kan? Itu cuma untuk nakut-nakutin Harum kan? Bunda?”
Sang Bunda hanya
menangis terduduk dan kelihatan tak berdaya di depan anaknya.
“Bunda, maafkan
Harum! Sebenarnya Harum juga gak ingin ini terjadi. Bunda, maafin Harum, Bunda!
Maafin Harum!”
Harum dipaksa
pergi ke kantor polisi.
Setelah beberapa hari, Harum
diputuskan masuk penjara. Dan Bundanya masuk ke rumah sakit. Arif dan
keluarganya hendak membiayai pengobatan
Bunda Harum sampai sembuh. Tapi, Bunda Harum menolak.
Beberapa tahun berlalu, kini saatnya
Harum keluar dari penjara. 2 temannya hendak menjemputnya, yaitu Andin dan
Windy.
“Harum, kami ke
sini ingin membawamu pulang.”Andin berkata pelan kepada Harum di kantor polisi.
“Kenapa sih
kalian masih baik sama aku? Padahal aku ini adalah orang jahat. Aku udah jahat
sama kalian, sama Arif, bahkan sama bunda aku sendiri.”
“Walau
bagaimanapun kamu, kamu tetap teman kita Rum. Iya kan Din?”
“Iya, itu benar.
Sekarang kita langsung ke rumah sakit ya.”
“Rumah sakit? Apa
bunda makin parah keadaanya?”
“Kamu lihat aja
deh ya. Kamu akan tau sendiri kok, kamu jangan khawatir ya.”Andin menenangkan
Harum.
Meraka langsung
berangkat menuju rumah sakit.
Sang bunda yang berbaring di salah
satu ruangan rumah sakit itu menunggu kedatangan anaknya. Penuh harapan bahwa
anaknya sudah berubah, penuh harapan kalau anaknya pulang dengan badan yang
sehat. Tiba-tiba ada yang membuka pintu kamar sang Bunda. Berdirilah 3 orang gadis
yang salah satunya tampak sangat lesu dan tak ada semangat. Harum langsung
memeluk Bundanya sambil menangis dan meminta maaf. Sang Bunda membalas pelukan
Harum dengan pelukan yang hangat juga sambil menangis. Andin dan Windy tak
tahan membendung air mata melihat pertemuan antara Harum dan Bunda ini. Andin
dan Harum keluar dari kamar membiarkan Harum dan Bundanya berbicara.
“Bunda, maafkan
Harum. Selama ini Harum udah jahat sama Bunda. Harum gak tau harus ngelakuin
apa untuk menebus dosa-dosa Harum sama Bunda.”
“Sudahlah Harum,
Bunda sudah memaafkanmu nak. Jangan salahkan dirimu terus-menerus. Yang penting
sekarang, minta ampunlah kepada Allah Yang Maha Kuasa, masih tidak terlambat
kok nak.”
“ Iya Bunda.
Harum akan bekerja dan mendapatkan banyak uang supaya dapat menyembuhkan
Bunda.”
Sudah beberapa hari Harum menjenguk
Bundanya dan ia pun mendapat pekerjaan, yaitu sebagai pelayan di sebuah rumah
makan. Tidak Harum sadari ternyata Arif juga sering menjenguk sang Bunda. Tapi
mereka tidak bertemu, hingga pada hari ini. Harum sedang menyuapi Bundanya
makan. Arif yang ingin menjenguk Bunda terkejut melihat Harum ada di sini. Ia
tidak jadi masuk ke kamar, tapi ia menunggu di kursi yang ada di luar kamar.
Harum keluar dari kamar hendak membelikan Bundanya cemilan yang sehat. Harum
terkejut melihat Arif berada di depannya. Mereka saling memandang. Di tengah
keheningan itu, Harum langsung pergi dan Arif menyusulnya.
“Harum! Harum!
Mengapa kamu menhindariku Harum?”
“Aku rasa kamu
tau apa penyebabnya. Aku benar-benar malu kepadamu, aku merasa orang yang
sangat hina di depanmu. Kamu seharusnya marah sama aku Arif.”
“Aku berusaha
untuk melupakan kejadian yang sudah lama berlalu. Harum, kamu jangan khawatir,
aku tidak akan membencimu, aku tidak akan marah sama kamu. Karena aku tau kamu
sudah berubah.”
“Maafkan aku
Arif, aku benar-benar minta maaf!”
“Sudahlah, anggap
saja kita baru kenalan. Lupakan saja masa dulu, tidak bagus untuk masa depan.”
Mereka berdua
sudah saling berbaikan.
Kondisi Bunda semakin parah. Sesekali
Arif menawarkan bantuan tapi ditolak oleh Bunda dan juga Harum. Mereka tidak
ingin menyusahkan keluarga Arif lagi. Suatu hari Arif mengajak harum pergi ke
sebuah tempat yang sejuk dan tenang. Di sana Arif ingin mengatakan sesuatu yang
penting kepada Harum.
“Ngapain kita ke
sini?”Harum bertanya heran.
“Kamu memang gak
akan bisa menebaknya.”
“Ya sudah,
katakan saja.”
“Tapi kamu gak
akan marah ya.”
“Mana mungkin aku
marah sama kamu, kan kamu yang seharusnya marah sama aku. Udah, katakan saja!”
“Harum maukah kau
menjadi isteriku yang sah?”Arif megatakan pernyataan yang mengejutkan Harum
sambil manunjukkan sebuah cincin emas.
Harum terkejut
dan terdiam sesaat. Ia sangat tidak
menyangka bahwa Arif akan melamarnya. Arif menunggu jawaban Harum yang sedang tercengang
itu.
“Tidak . . .
Tidak. Kamu gak bisa Rif. Bagaimana bisa aku menjadi isterimu padahal aku sudah
berbuat hal-hal yang jahat kepadamu. Arif, kamu harus sadar! Apa yang udah aku
lakuin sama kamu. Tolong, jangan mempersulit keadaan lagi Rif!”
“Aku tidak
mempersulit, tapi aku ingin membuat hubungan kita lebih baik. Aku sudah bilang
sama kamu, aku udah ngelupain semuanya.”
“Tapi gak semudah
itu Rif.”
“Itu karena aku
sayang sama kamu Harum. Aku sangat sayang sama kamu. Aku merasakan perasaan ini
sudah lama sekali, aku sangat tersiksa saat kamu meninggalkan aku untuk
beberapa tahun. Beberapa tahun itulah aku menunggu kedatanganmu kembali dan
ingin menjadikanmu sebagai isteriku. Aku sudah memikirkan ini matang-matang.
Bukankah ini juga menjadi berita gembira untuk Bundamu? Aku yakin tante pengen
sekali melihat kamu menikah. Menikahlah denganku, aku butuh jawabanmu Harum!”
Harum memandangi
Arif sambil menangis. Ia terharu, lelaki yang ia cintai sangat tulus
mencintainya tanpa memandang keadaannya.
“Kamu janji, kamu
gak akan ninggalin aku kan?”Harum berkata kepada Arif sambil menangis.
“Aku janji, aku
gak akan ninggalin kamu. Aku akan menjadi teman hidupmu, suamimu, dan
kekuatanmu.”
Akhirnya Harum
menerima Arif.
Kini mereka sedang membicarakan hal
ini kepada orang tua mereka. Sang Bunda sangat bahagia mendengar kabar ini.
begitu juga dengan orangtua Arif menerima Harum apa adanya. Tema-teman Harum
dan teman Arif juga senang mendengar kabar ini. Kini akad nikah sudah
ditentukan.
Hari yang ditunggu-tunggu sudah
tiba. Hari istimewa untuk Harum, Bunda, Arif dan orang di sekitar mereka.
Pernikahan ini tidak diadakan secara besar-besaran. Harum memakai kebaya
pengantin berwarna putih yang sangat cantik. Arif memakai tuxedo yang macho dan
kelihatan sangat tampan. Sang Bunda yang dibawa dengan kursi roda juga memakai
kebaya yang berwarna cokelat. Ijab kabul sudah pun dilaksanakan. Arif dan Harum
bergilir bersalaman kepada orang tua mereka.
“Bunda, saya
janji akan menjaga Harum untuk seumur hidup saya. Saya berjanji akan
membahagiakan Harum. Saya akan bikin dia menjadi isteri yang paling bahagia di
dunia ini.”
“Terima kasih nak
Arif, hatimu sangat mulia. Bunda percaya sama kamu.”sang Bunda berkata dengan
napas terputus.
“Bunda, Harum
minta maaf atas segala-galanya. Harum minta maaf dari ujung kaki
sampai ujung rambut. Harum janji, Harum akan menjadi isteri yang baik, seperti
Bunda.”
“Iya, Bunda
maafin kesalahan kamu nak. jadilah isteri yang baik, ibu yang baik, orang yang
baik kepada siapapun nanti. Bunda sayang sama kamu nak.”
“Harum juga
sayang kepada Bunda.”
Harum mencium
tangan Bundanya lalu mengecup kening Bundanya dalam waktu yang agak lama. Saat
itu sang Bunda mengucap nama Allah lalu melepaskan napas terakhirnya di bumi.
Harum melepas kecupannya dan melihat Bundanya yang sudah memejamkan mata dengan
sangat tenang. Harum menangis memeluk Bundanya, semua terharu melihat kejadian
ini. Hari pernikahan mereka juga merupakan hari meningglnya Bunda Harum. Harum
selalu berdoa agar Bundanya ditempatkan di tempat orang-orang mukmin.
THE END
Akhirnya selesai, sedih jika gak dibaca
Tapi tak apalah , gambate uswatuuun !!!!!
No comments:
Post a Comment