Di baca ya, maaf bersambung soalnya halam nya kebanyakan : )
KECUPAN TERAKHIR
UNTUK BUNDA
Harum adalah
seorang anak yang manja dengan ibunya. Ayahnya meninggal 3 tahun yang lalu
dalam kecelakaan lalu lintas. Ia tinggal bersama ibunya yang ia panggil bunda.
Seperti biasa, ia pergi kuliah
bersama 2 teman dekatnya, Andin dan Windy. Ia mengambil jurusan kedokteran.
Harum sengaja mengambil jurusan kedokteran, karena dulu ayahnya adalah seorang
dokter. Ia sangat menyayangi ayahnya. Ketika ayahnya meninggal, itu adalah
saat-saat yang sulit baginya.
Harum, Andin, dan Windy sering
kumpul bersama, biasanya bercerita tentang film yang akan mereka tonton, cowok,
sharing cerita yang menyenangkan dan menyedihkan. Mereka sering terlihat
tertawa bersama. Bagi Harum, Andin dan Windy adalah pengobat hatinya yang kedua
setelah bundanya.Bunda Harum tidak terlalu memanjakan harum sebelum suaminya
meninggal. Tetapi sekarang, setelah suaminya meninggal, ia mencoba untuk
menghibur hati Harum.
Sekarang sang bunda berada di ruang
tamu sedang menikmati teh hangat. Harum datang mendekat dan langsung berbaring
di pangkuan bundanya.
“Bunda, apakah
bunda pernah berfikir untuk menggantikan posisi ayah?” Harum bertanya dengan penuh penasaran.
Sang bunda
tersenyum manis kepada Harum sambil membelai rambut Harum.
“Mengapa bunda
harus melakukan itu sayang? Bunda sangat menyayangi ayahmu, sampai sekarang
bunda tidak dapat melupakan kenangan kami bersama. Kami sangat bahagia waktu
kami mendapatkan kamu.”
“Pokoknya Harum
gak mau punya ayah baru.”
“Sudahlah, kita
jangan membicarakan hal itu lagi.”
Pagi ini begitu cerah, udara segar
Harum hirup dengan senang hati. Hari ini ia sangat bersemangat karena hari ini
akan diadakan ujian praktikum. Malam tadi ia sudah belajar dan mempersiapkan
diri untuk hari ini. Sebelum masuk, di ruang kelas Harum, Andin, dan Windy
mengetes kemampuan mereka dulu. Setelah masuk, mereka melakukan ujian dengan
hati-hati dan pastinya pertama-tama mereka membaca doa. Seusainya, mereka
sangat lega, tapi mereka tetap khawatir dengan nilai yang akan mereka dapt.
“Rum, gimana?
Mudah gak tadi?” Andin bertanya dengan nada bahwa dia sudah tahu bahwa temannya
itu merasa mudah dalam ujian tadi.
“Pendapatku itu
susah.”
“Sudahlah, bilang
aja mudah. Toh kamu mahasiswi paling pintar di antara teman-teman di kelas
kita.” Windy menimpali.
Harum cuma
tersenyum mendengar pernyataan temannya itu.
“Besok kita ujian
tertuliskan?” Harum mengalihkan topik.
“Iya, besok kita
ujian tertulis.” Windy menjawab.
Mereka berjalan di sekitar kampus
sebelum pulang. Ketika mereka sedang berjalan, Harum bertabrakan dengan seorang
cowok, sehingga menyebabkan buku-buku Harum jatuh ke lantai, begitu juga dengan
buku-buku cowok tersebut.
“Hei, kalo jalan
hati-hati dong!”cowok itu berkata kasar kepada Harum.
“Apa? Yang nabrak
itu kamu, mengapa kamu menyalahkan saya?”
“Kalo jalan pake
mata dong.”cowok itu berkata lalu meninggalkan Harum.
“Dasar cowok gak
tau diri! Siapa sih dia asalan marah aja.”
“Hem,cowok kayak
gitu jangan diurusin Harum.”Andin mencoba membuat Harum sabar.
Tapi tanpa Harum
sadari, bukunya telah dibawa oleh cowok tersebut dan buku tersebut adalah bahan
untuk menghafal untuk ujian tertulis besok.
Malam harinya, Harum mengemaskan
bukunya dan ingin belajar. Ia mencari buku catatannya, tapi ia tidak
menemukannya. Lalu, ia menelpon teman-temannya dan jam sudah menunjukkan jam
11.00 malam. Tapi, teman-temannya tidak ada yang menjawab karena temannya sudah
tidur. Harum merasa sangat kebingungan. Dalam kebingungannya itu, ia merasa
kantuk dan tertidur.
Besoknya, ia cepat-cepat ingin pergi
ke kampus.
“Harum, tidak sarapan
dulu?”
“Tidak usah
bunda, Harum sarapan di sana aja. Harum buru-buru nih, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”
Sesampai di kampus, Harum langsung
meminjam catatan temannya, dan mencoba untuk menghafal. Tapi, kelas sudah
masuk. Harum melaksanakan ujian tertulis tanpa persiapan sama sekali. Ia Cuma
bisa mengingat sedikit dengan penjelasan-penjelasan dosennya. Seusai ujian,
Harum dan teman-temannya mengobrol.
“Bagaimana bisa
buku catatanmu hilang?”Andin bertanya heran, karena dia tahu temannya itu bukanlah
orang yang ceroboh.
“Aku juga gak
tahu. Aduh, hasil ujianku pasti jelek.”
Tiba-tiba seorang
cowok bernama Arif mendekat. Yaitu yang menabrak Harum kemarin.
“Kamu Harum
kan?”sambil menatap wajah Harum.
“Iya. Kok kamu
tahu? Ooh, kamu cowok yang kemarin kan?”
“Nih, buku kamu
kebawa.”Arif langsung meninggalkan Harum.
“Ha! Hei tunggu!
Kamu tau gak, gara-gara kamu aku tu gak bisa ngisi ujianku dengan benar.”
“That is not my
bussiness.”
“What? Kamu harus
bertanggung jawab dong.”
“Kamu mau aku
ngelakuin apa? Menyuap dosenmu supaya dia memberikanmu nilai tinggi.”
“You don’t have
to do that. You just need to say sorry.”
“Say sorry to
you? Forgeti it! I will never say sorry to a girl like you.”Arif meninggalkan
Harum yang sedang menahan amarahnya.
Harum hanya menghela
nafas menahan amarahnya.
Malamnya di ruang tamu, Harum
menoton TV dan berbicara sendiri. Ia masih kesal dengan sikap Arif. Kemudian
bunda mendekati Harum.
“Harum, kamu
kenapa?”
“Gak ada apa-apa
bunda.”
“Bunda tau sekali
dengan sikapmu. Ayolah ceritakan!”
“Nggak, Harum
cuma kesel dengan cowok yang udah salah sama Harum, tapi gak mau minta maaf.”
“Harum,
sesunguhnya memberi maaf lebih mulia dari meminta maaf.”
“Jadi, maksud
bunda Harum harus memaafkan dia walaupun dia gak minta maaf sama Harum?”
“Jika pemberian
maafmu itu ikhlas.”
“Bunda, Harum tu
maunya dihibur. Tapi, bunda malah bikin Harum tambah kesel. Harum mau tidur,
Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaiku
salam.”
Hari di kampus terus berlanjut.
Harum duduk di dalam kelas dengan muka cemberut.
“Rum,kamu kenapa
sih?”Andin bertanya yang duduk di samping Harum.
“Iya, kayak
kesambet setan aja.”Windy menimpali.
“Gak ada salahnya
kan kalo aku ngebales?”Harum mulai bicara.
“Balas apaan?
Balas surat?”Andin bertanya penasaran.
“Kalo bales
surat, aku gak akan mikir segininya kali.”
“Lalu bales apa
dong?”
“Jangan bilang
kamu akan ngebales perbuatan cowok yang namanya Arif!”Windy mulai curiga.
“Oh, jadi cowok
itu namanya Arif.”
“Aduh Rum! Cowok
itu kan gak sengaja. Lagi pula dia udah ngembaliin bukumu kan.”
“Tapi gara-gara
dia, nalai ulanganku jelek. Hati aku ni rasanya sakit banget. Rasanya mau aku
cabik-cabik wajahnya itu.”
“Harum, try to
control your emotion.”
“Harum, kalo kamu
ngelakuin itu bakal timbul masalah baru.”Andin mencoba membuat Harum lebih
tenang.
Di garasi, Harum mencoba untuk
mengeluarkan sepeda motornya. Tapi ada mobil yang menghalanginya. Tiba-tiba ada
seorang cowok yang menghidupkan kunci mobil itu. Ternyata itu Arif.
“Oh, jadi ini
mobil kamu. Markir mobil tu yang benar dong, jangan ngalangin jalan orang kayak
gini.”
Hari ini mood
Arif tidak begitu baik, jadi ia membentak Harum tanpa alasan.
“Dasar! Asal
bentak aja! Emang aku punya salah apa sih?”
seorang cowok dari belakang berlari-lari memanggil Arif. Bayu, itu adalah teman Arif. Tapi, Arif tidak memperdulikan temannya itu dan langsung pergi dengan mobilnya.
seorang cowok dari belakang berlari-lari memanggil Arif. Bayu, itu adalah teman Arif. Tapi, Arif tidak memperdulikan temannya itu dan langsung pergi dengan mobilnya.
“Em, maaf.
Kayaknya temanku marah tanpa sebab sama kamu. Maaf ya, temanku sedang ada
masalah.”
Cowok itu
langsung pergi mengejar Arif.
Sesampainya di rumah Arif, Arif
langsung masuk dan berdiri di depan mama dan papanya yang sedang bicara. Dalam
pembicaraan itu, terlihat mama Arif sedang menangis.
“Mama dan Papa
gak serius kan?”
“Keputusan kami
sudah bulat nak.”Mama Arif menjawab dengan nada sumbang.
“Papa gak akan
menceraikan Mama kan?”
Papa Arif hanya
menghela nafas panjang.
Arif yang berdiri
berbalik arah dan pergi lagi. Temannya Bayu yang berada di luar mengikuti Arif
dan masuk juga ke mobil Arif.
“Rif, kita mau ke
mana?”
Tapi Arif tidak
menjawab dan membawa mobilnya dengan sangat kencang.
“Rif, jangan
laju-laju! Aku gak mau mati sekarang, aku masih mau nikah.”
Arif tidak
memperdulikan temannya. Sampailah ia mengeram mendadak dan berhenti di depan kampusnya sendiri.
“Aku gak mau
orang tuaku cerai”
“Iya, aku tau
perasaan kamu Rif. Tapi jangan dibawa emosi Rif.”
“Aku gak mau
orang tua ku cerai. Aku gak mau orang tuaku cerai!”Arif mengucapkan kalimat
terakhir dengan berteriak.
Keesokan harinya. Siang ini sangat
panas. Sebelum pulang, Harum pergi ke toko buku dengan dengan jalan kaki karena
toko buku dekat dengan kampus. Ketika berjalan, ia melihat di sebrang jalan
Arif yang sedag berjalan.
“Tu dia si
arogan.”
Harum menyebrangi
jalan dan berlari ke arah Arif.
“Hei! Arif!”
Langkah Harum
terhenti ketika melihat Arif jatuh ke tanah tanpa sadarkan diri. Harum langsung
berlari dan mencoba membangunkan Arif. Tapi Arif tidak sadar. Lalu Harum
membawa Arif ke rumah sakit.
Di rumah sakit, Harum mencoba untuk
mencari HP Arif untuk menghubungi orang tuanya. Tapi, Arif langsung memegang
tangan Harum yang sedang memegang Hpnya.
“Tolong jangan
hubungi orang tuaku, please!”
“A? I . . .Iya.”
Sekitar beberapa menit Arif
diperiksa,lalu dokter keluar dari kamar di mana Arif di periksa.
“Dok, bagaimana
dengan teman saya?”
“Dia cuma pingsan
biasa. Dia terlalu letih baik fisik maupun otak. Jadi dia seharusnya banyak
istirahat dan jangan banyak berpikir.
“Iya Dok, terima
kasih.”
Harum masuk ke
kamar Arif dan duduk di kursi yang ada di samping pasien.
“Apa sih yang
dipikirkan cowok kayak dia? Kalo soal cewek gak mungkin. Kayaknya dia bukan
tipe kayak gitu.”
Tidak lama
kemudian Arif siuman.
“Oh, udah sadar?”
Arif mencoba
untuk bangkit dari tempat tidurnya, tapi Harum langsung melarangnya
“Dokter bilang kamu
terlalu capek, stress. Jadi harus istirahat banyak, jangan terlalu banyak
mikir.”
Arif sama sekali
tidak memperdulikan Harum. Pikirannya melayang,sambil memandang langit-langit
kamar rumah sakit yang berwarna putih kehijau-hijauan. Harum menjadi jengkel
dengan sikap Arif.
“Arif, ngomong
apa kek situ. Makasih kek, maaf kek.”
“Makasih? Maaf?
Emang kenapa aku harus minta maaf?”
“Kan kamu udah
salah ngambil buku aku waktu itu.”
“I’ve told you, I
will never say sorry.”
“Kalo gak mau
bilang minta maaf, bilang makasih aja.”
“Makasih? Untuk
apa?”
“Aku kan udah
nolongin kamu.”
“Siapa yang mau
dibantu. Udah deh, jangan banyak omong! Otak aku ni sumpek tau. Kamu juga kan
yang bilang jangan banyak mikir. Mendingan kamu pergi aja deh. Lagipula, aku
gak butuh kamu di sini lagi.”
Harum langsung
keluar dari kamar yang berbau obat itu walaupun di luar masih tercium bau obat.
Harum keluar dengan muka cemberut. Harum sangat marah dengan perlakuan Arif
tadi dan ia sangat kecewa telah menolong Arif.
Bersambung ..........
By : Uswatun Hasanah
No comments:
Post a Comment