Saturday, 25 May 2013

DELTA

DELTA
{ D'ELEVEN THREE A}

ADZRA ELDIRA
AHMAD RIFALDI RAMADHAN
ASTI PRATIWI
BRUARI HALIM
BUDI SATRIA PANANDITA
ATRIE VRDUANI
DENCY DANDY TANDOEK
DIRA SABRINA
DWIKI RAMADHAN
EDO RIDHA PERMANA
FAHMI HUSAINI
FAZ FAIDHANI
LANTERA NARESWARA MIRNAYA
MUHAMMAD FAHRIAN
MUHAMMAD FIQIH
MUHAMMAD YUDHY OCTOARIE
MUTIA SALSABILA
NAUFAL HARITS PRATAMA
RAHMAWATI ANDRIANI
RIA KUSUMA 
RISKA TANIA
SITHA DEWI ISLAMI
SITI MUTIYAH FATHANAH
SRI UTAMI OKTAVANI
USWATUN HASANAH
WISNUNANDAR DWI SANTOSO

ALWAYS SMILE DELTA  : ) 
FOREVER

Wednesday, 8 May 2013

Kecupan Terakhir untuk Bunda (3)

Sambungan .  .  .  .  .
Kali ini selesai readers   :)


Di rumah Arif, telepon rumah berdering. Dan Papa Arif yang menjawab.
“Halo siapa?”
“Anda pasti ayahnya Arifkan?”
“Iya, ada apa ya?”
“Pacar anak anda berada di tangan saya sekarang, kami menculiknya.”
“Apa? Pacar anak saya?”
“Saya minta tebusan, nanti jam 10 malam akan saya telpon lagi.”
Papa Arif langsung menelpon Arif.
“Halo Arif.”
“Halo Pa.”
“Arif, tadi papa nerima telpon dari orang asing. Katanya pacar kamu itu diculik.”
“Pacar? Diculik? Harum.”Arif langsung menutup telpon.
“Tante ayo kita pergi!”
“Tapi ke mana?”
“Kita harus pergi sekarang tante.”
“Tapi bagaimana dengan Harum?”
“Masalah ini berkaitan dengan Harum. Kita harus pergi sekarang!”
“Apa?”
Mereka berdua bergegas ke rumah Arif.
            Sesampainya di rumah Arif, sudah ada beberapa polisi di situ.
“Papa!”Arif memanggil papanya.
“Arif. Papa rasa yang orang asing sebut itu adalah Harum.”
“Arif juga punya pikiran seperti itu. Apa yang mereka mau?”
“Tentu saja uang dan jumlahnya sebesar 5 milyar.”
“5 milyar?”
Tiba-tiba telepon rumah berbunyi lagi. Papa Arif langsung menjawabnya, dan benar dugaan papa Arif bahwa yang menelpon adalah penculik itu. Arif merampas telepon dari ayahnya.
“Apakah kamu sudah menyiapkan uangnya?”
“Di mana Harum?”
“Oh, kamu pasti Arif kan? Haha Harum akan baik-baik saja jika uangnya juga sudah siap.”
“Aku mau ngomong sama dia.”
“Oh, jadi kamu gak percaya? Okey.”
“Arif tolongin aku!”suara Harum agak sulit untuk didengar.
“Sabar ya Rum, aku pasti bakalan nyelamatin kamu.”
“Udah ngomongnya! Ingat, besok di depan gedung yang tidak terpakai di dekat danau jam 8 pagi. Sendirian, tanpa polisi. Jika ada walau satupun polisi aku lihat, pacar kesayanganmu ini akan pulang tanpa kepala haha.”
“Jika sesuatu terjadi pada Harum, kamu bakalan mati!”
“Ancaman yang bagus! Haha.”si penculik langsung menutup telpon.
Ketika mereka sedang berbicara di telpon, polisi melacak keberadaan si penculik dengan alat pelacak melalui saluran telpon tadi dan usaha itu berhasil. Polisi akan melakukan operasi di gedung di dekat danau tersebut malam ini.
            Tiba-tiba bunda Harum pingsan. Semua panik, dengan segera beliau dibawa ke rumah sakit. Mama Arif menemani bunda Harum di rumah sakit. Dokter memeriksa bunda Harum dan mengetahui bahwa bunda Harum terkena penyakit leukimia. Mama Arif segera menelpon Arif dan memberitahukan keadaan bunda Harum. Arif syok mendengar berita tesebut, ia benar-benar tidak menyangka.
“Arif, kamu harus tabah.”
“Iya Pa. Pa aku akan ikut polisi melakukan operasi ini.”
“Tidak, kamu tidak boleh ikut.”
“Tapi Pa, Harum ada di sana, dan dia butuh aku.”
“Terlalu berbahaya Rif.”
“Papa please, biarkan aku pergi.”
“Baiklah, hati-hati.”
“Makasih Pa. Bilang sama tante, aku akan membawa Harum pulang dengan selamat.”
Mereka pun pergi dengan peralatan yang lengkap.
            Di lokasi penyerbuan, gedungnya memang terlihat kosong. Tapi ada cahaya lampu di dalam gedung tersebut. Satu demi satu penjaga gedung tersebut di lumpuhkan. Beberapa polisi dan Arif akan naik ke tingkat 3, tapi ada sebuah ruangan yang mencurigakan bagi Arif. Dengan sendirinya ia mendekati ruangan tersebut. Ia mendengar suara seorang pria dan wanita sedang tertawa, seperti sedang merayakan kemenangan.
“Bagus, sepertinya rencana kita berhasil.”pria itu berkata.
“Iya, kamu benar. Sebentar lagi kita bakal kaya.”wanita itu berkata penuh rasa gembira.
“Ternyata mereka mudah sekali di bohongi ya.”
“Iya. Sangat mudah, mereka tidak mencurigaiku sama sekali.”
Arif mencurigai suara wanita tersebut seperti suara Harum. Ia mengintip di sebalik pintu. Dan ternyata benar dugaannya, Harum memang berkomplot dengan penculik tersebut. Ia sebenarnya tidak diculik, tapi telah menipu semua orang termasuk bundanya sendiri. Arif sangat syok, ia hampir saja menangis. Tiba-tiba ada orang yang menepuk bahunya. Ia terkejut, ternyata polisi yang sedang ingin mendobrak pintu ruangan tersebut.
“Biar kami saja.”seorang polisi yang mendorong Arif dengan pelan menjauh dari pintu.
Arif tersandar di dinding.
“Lepaskan saya, lapaskan saya!”harum berteriak kepada polisi.
Harum terkejut saat di hadapannya ada Arif.
“Arif!”Harum menyebut nama Arif dengan pelan.
“Aku . . . Aku kecewa sama kamu Rum. Aku kecewa banget sama kamu.”
            Lalu Harum dibawa dulu ke rumah Arif. Di sana sudah ada sang bunda yang menunggu Harum. Bunda heran mengapa harum diborgol, begitu juga dengan Papa dan Mama Arif.
“Harum, mengapa kamu diborgol nak? Pak Polisi, mengapa Anda memborgol anak saya? Arif, apa yang sebenarnya terjadi?”
“Harum sudah menipu kita semua, dia sebenarnya tidak diculik, tapi bersekongkol dengan penjahat itu hanya untuk uang 5 milyar.”
“Harum, apakah itu benar? Harum, jawab Bunda Nak! jawab Bunda!”
“Iya, itu benar. Bunda tau gak mengapa Harum menjadi kayak gini? Ini karena Bunda. Bunda gak pernah ngertiin perasaan Harum. Setelah ayah meninggal pun Bunda tidak pernah negrtiin Harum. Harum perlu perhatian dari Bunda, Bunda gak pernah ngasih lebih untuk Harum, Bunda gak manjain Harum, gak kayak Papa dulu. Bunda jahat!”
“Harum cukup! Kamu itu sedang berbicara dengan ibumu sendiri, kamu sadar gak sih? Kamu itu hanya mementingkan perasaanmu saja, apa pernah kamu ngertiin perasaan Bunda kamu? Pernah? Kamu tau sekarang Bundamu sedang sakit apa? Kamu tau? Bundamu sedang terkena penyakit leukimia, bahkan kamu tidak tahu itu.”Arif mengeluarkan emosinya terhadap Harum.
“Apa? Bunda, itu gak bener kan? Itu cuma untuk nakut-nakutin Harum kan? Bunda?”
Sang Bunda hanya menangis terduduk dan kelihatan tak berdaya di depan anaknya.
“Bunda, maafkan Harum! Sebenarnya Harum juga gak ingin ini terjadi. Bunda, maafin Harum, Bunda! Maafin Harum!”
Harum dipaksa pergi ke kantor polisi.
            Setelah beberapa hari, Harum diputuskan masuk penjara. Dan Bundanya masuk ke rumah sakit. Arif dan keluarganya hendak membiayai pengobatan  Bunda Harum sampai sembuh. Tapi, Bunda Harum menolak.
            Beberapa tahun berlalu, kini saatnya Harum keluar dari penjara. 2 temannya hendak menjemputnya, yaitu Andin dan Windy.
“Harum, kami ke sini ingin membawamu pulang.”Andin berkata pelan kepada Harum di kantor polisi.
“Kenapa sih kalian masih baik sama aku? Padahal aku ini adalah orang jahat. Aku udah jahat sama kalian, sama Arif, bahkan sama bunda aku sendiri.”
“Walau bagaimanapun kamu, kamu tetap teman kita Rum. Iya kan Din?”
“Iya, itu benar. Sekarang kita langsung ke rumah sakit ya.”
“Rumah sakit? Apa bunda makin parah keadaanya?”
“Kamu lihat aja deh ya. Kamu akan tau sendiri kok, kamu jangan khawatir ya.”Andin menenangkan Harum.
Meraka langsung berangkat menuju rumah sakit.
            Sang bunda yang berbaring di salah satu ruangan rumah sakit itu menunggu kedatangan anaknya. Penuh harapan bahwa anaknya sudah berubah, penuh harapan kalau anaknya pulang dengan badan yang sehat. Tiba-tiba ada yang membuka pintu kamar sang Bunda. Berdirilah 3 orang gadis yang salah satunya tampak sangat lesu dan tak ada semangat. Harum langsung memeluk Bundanya sambil menangis dan meminta maaf. Sang Bunda membalas pelukan Harum dengan pelukan yang hangat juga sambil menangis. Andin dan Windy tak tahan membendung air mata melihat pertemuan antara Harum dan Bunda ini. Andin dan Harum keluar dari kamar membiarkan Harum dan Bundanya berbicara.
“Bunda, maafkan Harum. Selama ini Harum udah jahat sama Bunda. Harum gak tau harus ngelakuin apa untuk menebus dosa-dosa Harum sama Bunda.”
“Sudahlah Harum, Bunda sudah memaafkanmu nak. Jangan salahkan dirimu terus-menerus. Yang penting sekarang, minta ampunlah kepada Allah Yang Maha Kuasa, masih tidak terlambat kok nak.”
“ Iya Bunda. Harum akan bekerja dan mendapatkan banyak uang supaya dapat menyembuhkan Bunda.”
            Sudah beberapa hari Harum menjenguk Bundanya dan ia pun mendapat pekerjaan, yaitu sebagai pelayan di sebuah rumah makan. Tidak Harum sadari ternyata Arif juga sering menjenguk sang Bunda. Tapi mereka tidak bertemu, hingga pada hari ini. Harum sedang menyuapi Bundanya makan. Arif yang ingin menjenguk Bunda terkejut melihat Harum ada di sini. Ia tidak jadi masuk ke kamar, tapi ia menunggu di kursi yang ada di luar kamar. Harum keluar dari kamar hendak membelikan Bundanya cemilan yang sehat. Harum terkejut melihat Arif berada di depannya. Mereka saling memandang. Di tengah keheningan itu, Harum langsung pergi dan Arif menyusulnya.
“Harum! Harum! Mengapa kamu menhindariku Harum?”
“Aku rasa kamu tau apa penyebabnya. Aku benar-benar malu kepadamu, aku merasa orang yang sangat hina di depanmu. Kamu seharusnya marah sama aku Arif.”
“Aku berusaha untuk melupakan kejadian yang sudah lama berlalu. Harum, kamu jangan khawatir, aku tidak akan membencimu, aku tidak akan marah sama kamu. Karena aku tau kamu sudah berubah.”
“Maafkan aku Arif, aku benar-benar minta maaf!”
“Sudahlah, anggap saja kita baru kenalan. Lupakan saja masa dulu, tidak bagus untuk masa depan.”
Mereka berdua sudah saling berbaikan.
            Kondisi Bunda semakin parah. Sesekali Arif menawarkan bantuan tapi ditolak oleh Bunda dan juga Harum. Mereka tidak ingin menyusahkan keluarga Arif lagi. Suatu hari Arif mengajak harum pergi ke sebuah tempat yang sejuk dan tenang. Di sana Arif ingin mengatakan sesuatu yang penting kepada Harum.
“Ngapain kita ke sini?”Harum bertanya heran.
“Kamu memang gak akan bisa menebaknya.”
“Ya sudah, katakan saja.”
“Tapi kamu gak akan marah ya.”
“Mana mungkin aku marah sama kamu, kan kamu yang seharusnya marah sama aku. Udah, katakan saja!”
“Harum maukah kau menjadi isteriku yang sah?”Arif megatakan pernyataan yang mengejutkan Harum sambil manunjukkan sebuah cincin emas.
Harum terkejut dan terdiam sesaat.  Ia sangat tidak menyangka bahwa Arif akan melamarnya. Arif menunggu jawaban Harum yang sedang tercengang itu.
“Tidak . . . Tidak. Kamu gak bisa Rif. Bagaimana bisa aku menjadi isterimu padahal aku sudah berbuat hal-hal yang jahat kepadamu. Arif, kamu harus sadar! Apa yang udah aku lakuin sama kamu. Tolong, jangan mempersulit keadaan lagi Rif!”
“Aku tidak mempersulit, tapi aku ingin membuat hubungan kita lebih baik. Aku sudah bilang sama kamu, aku udah ngelupain semuanya.”
“Tapi gak semudah itu Rif.”
“Itu karena aku sayang sama kamu Harum. Aku sangat sayang sama kamu. Aku merasakan perasaan ini sudah lama sekali, aku sangat tersiksa saat kamu meninggalkan aku untuk beberapa tahun. Beberapa tahun itulah aku menunggu kedatanganmu kembali dan ingin menjadikanmu sebagai isteriku. Aku sudah memikirkan ini matang-matang. Bukankah ini juga menjadi berita gembira untuk Bundamu? Aku yakin tante pengen sekali melihat kamu menikah. Menikahlah denganku, aku butuh jawabanmu Harum!”
Harum memandangi Arif sambil menangis. Ia terharu, lelaki yang ia cintai sangat tulus mencintainya tanpa memandang keadaannya.
“Kamu janji, kamu gak akan ninggalin aku kan?”Harum berkata kepada Arif sambil menangis.
“Aku janji, aku gak akan ninggalin kamu. Aku akan menjadi teman hidupmu, suamimu, dan kekuatanmu.”
Akhirnya Harum menerima Arif.
            Kini mereka sedang membicarakan hal ini kepada orang tua mereka. Sang Bunda sangat bahagia mendengar kabar ini. begitu juga dengan orangtua Arif menerima Harum apa adanya. Tema-teman Harum dan teman Arif juga senang mendengar kabar ini. Kini akad nikah sudah ditentukan.
            Hari yang ditunggu-tunggu sudah tiba. Hari istimewa untuk Harum, Bunda, Arif dan orang di sekitar mereka. Pernikahan ini tidak diadakan secara besar-besaran. Harum memakai kebaya pengantin berwarna putih yang sangat cantik. Arif memakai tuxedo yang macho dan kelihatan sangat tampan. Sang Bunda yang dibawa dengan kursi roda juga memakai kebaya yang berwarna cokelat. Ijab kabul sudah pun dilaksanakan. Arif dan Harum bergilir bersalaman kepada orang tua mereka.
“Bunda, saya janji akan menjaga Harum untuk seumur hidup saya. Saya berjanji akan membahagiakan Harum. Saya akan bikin dia menjadi isteri yang paling bahagia di dunia ini.”
“Terima kasih nak Arif, hatimu sangat mulia. Bunda percaya sama kamu.”sang Bunda berkata dengan napas terputus.
“Bunda, Harum minta maaf atas segala-galanya. Harum minta maaf dari ujung kaki sampai ujung rambut. Harum janji, Harum akan menjadi isteri yang baik, seperti Bunda.”
“Iya, Bunda maafin kesalahan kamu nak. jadilah isteri yang baik, ibu yang baik, orang yang baik kepada siapapun nanti. Bunda sayang sama kamu nak.”
“Harum juga sayang kepada Bunda.”
Harum mencium tangan Bundanya lalu mengecup kening Bundanya dalam waktu yang agak lama. Saat itu sang Bunda mengucap nama Allah lalu melepaskan napas terakhirnya di bumi. Harum melepas kecupannya dan melihat Bundanya yang sudah memejamkan mata dengan sangat tenang. Harum menangis memeluk Bundanya, semua terharu melihat kejadian ini. Hari pernikahan mereka juga merupakan hari meningglnya Bunda Harum. Harum selalu berdoa agar Bundanya ditempatkan di tempat orang-orang mukmin.

THE END

Akhirnya selesai, sedih jika gak dibaca
Tapi tak apalah , gambate uswatuuun !!!!!

Kecupan Terakhir untuk Bunda (2)

Sambungan  .  .  .  .  .


Keesokan harinya, Harum, Andin, dan Windy sedang dudk di kantin. Lalu seorang cowok datang mendekat. Cowok itu adalah Bayu, teman Arif. Ia datang untuk berterima kasih kepada Harum karena telah menolong Arif. Tapi Harum tidak terlalu menanggapinya. Bayu memperkenalkan dirinya kepada Harum, Andin dan Windy, begitu juga sebaliknya. Mereka memperkenalkan diri mereka kepada Bayu.
            Beberapa hari telah berlalu, dan seperrtinya Arif tidak lagi sakit. Saat menuju suatu tempat di kampus, Harum dan teman-temannya bertemu dengan Arif dan Bayu yang berada di depan mereka.
“Hei, kalian mau ke mana?” Bayu menyapa mereka bertiga.
“Kami mau ke perpustakaan.”Windy menjawab pertanyaan Bayu.
“Hei Rif itu Harum. Aku rasa kamu belum megucapkan terima kasih sama Harum.”Bayu menyuruh Arif berterima kasih kepada Harum.
Arif memandangi Harum, ia mempertimbangkan usul Bayu itu.
“He will never say thanks. Even to me, or anyone else. Because he is a man that will never say sorry to peoples.”Harum langsung meninggalkan Arif dan Bayu, dan teman-temannya di belakang mengikutinya.
“Wait!”Bayu memanggil mereka kembali.
Mereka pun terhenti.
“Ada apa?”Andin berbalik arah.
“Bagaimana kalo kalian besok datang di lapangan basket di dekat kampus ini? Kami akan bertanding, aku dan Arif akan bertanding.”
“Oh, kami akan mempertimbangkan itu.”
Setelah itu mereka menuju ke tempat tujuan mereka masing-masing.
            Hari ini adalah hari minggu. Sudah jam 07.00 pagi tapi Harum masih tidur di kamarnya. Bunda mencoba untuk membangunkan Harum. Beberapakali beliau mengetok pintu kamar Harum, tapi Harum belum juga bangun. Bunda kembali membangunkan Harum.
“Harum, bangun cepat! Ini sudah jam tujuh lewat. Kamu ini, kayak anak kecil aja. Kamu harus bantu bunda juga dong, bantu kemas-kemas, bantu masak. Cepat bangun!”
“Tapi bunda, Harum masih ngantuk.”
“Bangun sekarang!”
Harum bangun dari tempat tidurnya dan langsung mandi. Setelah itu ia membersihkan rumahnya. Ketika Harum sedang mengepel, Hpnya berdering, Andin menelponnya. Andin mengajak Harum untuk menyaksikan pertandingan basket, tapi Harum menolak. Setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah,  Harum duduk termenung tak tau apa yang ingin ia lakukan.
“Huh, ngapain aja nih? Masa’ aku juga harus nonton sih. Kalo yang main bukan Arif mau juga aku nontonnya. Tapi, bosan ah di rumah.” Harum memutuskan untuk pergi nonton pertandingan tersebut.
            Sesampainya di sana, ia pergi duduk di dekat Andin dan Windy.
“Katanya gak mau pergi.”Andin menegur.
“Bosen di rumah.”
Ketika pertandingan berlangsung, banyak penonton yang berteriak untuk mendukung tim mereka. Harum yang duduk itu turut menyaksikan dengan seksama. Lalu ia berkata dalam hati,”Arif ganteng juga ya. Apalagi waktu dia main. Huh, apa yang kupikirkan sih.”
Sesekali pertandingan berhenti sejenak, terlihat Bayu danWindy saling melambai.
“Udah main lambai-lambaian nih cceritanya?Andin berkata.
Windy hanya tersenyum mendengar pernyataan temannya itu. Pertandingan pun berakhir dan tim Bayu dan Arif memenangkan pertandingannya.
            Seusai pertandingan, Arif, Bayu, Andin, dan Windy berkumpul di tepi lapangan basket. Windy memberikan satu botol air minum untuk Bayu. Dengan senang, Bayu menerimanya. Mereka berbincang-bincang sejenak, dan tampak tidak ada Harum di situ. Harum pergi ke warung makan sebelah. Lalu Arif meninggalkan mereka, ia mau pergi ke warung makan yang ada di sebelah agak jauh dari tempat pertandingan.Arif mencari tempat duduk  yang cukup, tapi tidak ada yang kosong. Karena kebetulan banyak penonton yang nonton, jadi banyak orang yang makan di tempat itu, karena tempat itu adalah warung terdekat dengan tempat pertandingan. Tapi ia melihat tempat kosong yang hanya diduduki oleh seorang wanita. Tapi, setelah ia melihat wanita itu, ternyata Harum.
“Apakah aku harus duduk di dekatnya? Hah, mana perutku lapar lagi.”
Secara tiba-tiba Arif duduk di tempat yang sama dengan Harum.
“What are you doing here?”Harum terkejut.
“Emang gak boleh, ini bukan tempat duduk kamukan?”
“Udah datang entah dari mana, ngomongnya lagi gak sopan. Dasar!
“Kamu pikir aku mau duduk di sini? Look at around you! There’s no chair for me. Aku terpaksa.”
            Setelah semua selesai, mereka semua pulang. Harum sedang duduk di halte menunggu bis yang akan membawanya pulang. Sebuah mobil datang ke halte tersebut. Lalu keluar seorang pria, Arif.
“Di mana sepeda motor bututmu itu?”
“Not your bussiness.”
“Come with me, I’ll send you.”
“What?”
“Yaa, dari pada kamu nunggu gak tentu kayak gini.”
“Kamu mimpi apa sih semalam?”
“Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya ingin membalas budimu. Aku gak suka punya hutang.”
“You don’t have to pay it.”
“Cepat masuk ke dalam mobil!”
“Kalo aku gak mau?”
Arif langsung memegang tangan Harum dan menyeretnya masuk ke dalam mobil. Harum mencoba untuk melawan. But, she just a girl.
            Dalam perjalanan mereka tidak bicara sama sekali. Mereka pun tiba di rumah Harum.
“How do you know where is my house?”
“Bukannya kamu sendiri yang nulis alamat rumahmu di buku catatanmu itu. Sudah, keluar sana dari mobilku!”
“Siapa juga yang mau lama-lama di dalam mobilmu.”
Harum keluar dari mobil Arif dan menyaksikan Arif pergi dengan mobilnya.
Sang bunda yang berdiri di depan pintu tersenyum kepada Harum.
“Pacar?”
“Bukan bunda. Amit-amit deh.”
“Kalo  bukan pacar, teman?”
“Bukan bunda?”
“Bukan pacar, bukan teman, lalu apa dong? Musuh?”
“Bisa dikatakan seperti itu sih bunda.”
“Kalo musuh kok mau nganter, dan kamu kok mau diantar?”
“Gak tau.”
            Beberapa semester telah mereka lalui. Dan terdengar kabar orang tuanya Arif tidak jadi bercerai.  Mereka berlima sering terlihat bersama, bisa dikatakan mereka telah menjadi teman. Arif dan Bayu pun sering terlihat bersama, Arif sering mengantar Harum pulang walaupun mereka sering bertengkar. Besok adalah ulang tahun bunda yang ke-39, Harum mengundang teman-temannya.
“Besok ultah bunda aku, jadi aku mau kalian datang.”
“Pasti. Kita berdua bakal kasih bunda kamu hadiah yang the best. Bener gak Win?”
“Bener tu, lagi pula bunda kamu tu kayak bunda kita juga. Arif sama Bayu kamu undang gak?”
“Mmm, gak usah.”
“Kok gak usah sih? Mereka kan temen kita juga.”
“Pendapatku mereka bukan temen kok.”
“Kamu kok gitu sih sama mereka. Bayu kan pacar aku.”
“Iya. Aku bercanda aja kok. Santai aja kali”
            Malam ini pesta pun dilaksanakan, ultah  bunda sangat meriah malam ini. Bunda berbicara di depan banyak orang mengucapkan terima kasihnya. Dan ia mempersilakan para tamu untuk menikmati hidangan yang telah di siapkan. Beliau juga berterima kasih atas hadiah yang telah beliau terima. Para tamu sangat menikmati hidangannya. Ketika mereka semua sedang makan, tampak di situ bunda Harum dan orang tua Arif ngobrol, mereka kelihatan sangat akrab.
“Apa sih yang dibicarakan bunda sama parentsnya Arif?”
“Mau ngejodohin kalian kali.” Andin menjawab dengan santainya.
“What! Amit-amit deh.”
Pesta telah punberakhir, tamu pun sudah pulang semua. Bunda dan Harum membawa kado-kado itu ke dalam kamar bunda.
“Apa bunda mau buka semua kado sekarang?”
“Iya dong, kapan lagi.”
“Dari aku dulu dong bunda yang dibuka!”
“Iya.”
Bunda membuka kado dari Harum. Ternyata Harum menghadiahkan bunda sebuah jam tangan yang berwarna keemasan. Sang bunda sangat menyukainya. Lalu bunda membuka hadiah dari Arif dan isinya adalah sepasang sepatu berhak yang tidak terlalu tinggi. Kado dari Andin yaitu sehelai gaun pesta berwarna merah hati yang agak menguncup di bagian bawahnya. Kado dari Windy yaitu obat trdisional dari ginseng yang ayahnya dapatkan dari Cina, baik untuk kesehatan. Kado dari orang tua Arif yaitu sebuah lukisan yang berukuran dan berbingkai besar yang menceritakan keindahan ciptaa Allah Yang Maha Kuasa. Lalu kado dari Bayu yaitu syal berwarna ungu. Setelah kado dari Bayu itu dibuka, sang bunda merasa pusing. Harum langsung menyuruh bunda istirahat dan tidur. Ketika sang bunda tertidur Harum memandangi bunda yang menua itu.
            Keesokan harinya, bunda yang berada di rumah merasa pusing lagi dan ingin pingsan. Bunda segera beristirahat di kamarnya. Dengan segera juga bunda pergi ke rumah sakit ingin mengetahui keadaannya. Dokter memeriksa bunda dengan seksama dan memperhatikan segala sesuatu yang mungkin menjadi penyebabnya. Setelah diperiksa, bunda menunggu di ruang tunggu. Tidak lama kemudian dokter datang dari sebalik pintu yang berwarna putih itu.
“Dok, bagaimana dengan hasilnya?”
“Penyakit ibu ini tidak bisa dibiarkan.”
“Maksudnya Dok?”
“Ibu sedang mengidapi penyakit yang berbahaya dan harus di atasi dengan cepat. Ibu sedang mengidapi penyakit Laukimia.”
“Leukimia?”
“Iya. Kami meminta ibu untuk segera diperiksa agar leukimia ibu tidak menjadi parah sebelum terlambat.”
Bunda sangat terkejut mendengar berita ini. Ini merupakan berita yang buruk baginya, dan beliau tidak akan memberitahukannya kepada Harum. Beliau tidak ingin Harum khawatir dengan keadaannya.
            Sekali lagi Arif ingin mengantar Harum pulang. Dan Harum mencoba untuk menolak.
“Aku anter kamu.”
“Enggak ah, terlalu sering. Aku gak mau punya banyak utang sama kamu. Nanti kamu tagih lagi, kamu kan gak bisa dipercaya.”
“Bakal gak ada utang-utangnya, percaya deh.”
“Ih, nekat deh. Kenapa sih?”
“Jangan GR ya, aku cuman mau ketemu sama bunda kamu kok. Is that wrong? Udah cepat masuk! Susah deh!”
Arif pun mengantar Harum pulang. Sesampainya  di rumah Harum. Mereka berdua masuk ke rumah. Tapi bunda sepertinya tidak ada di rumah. Harum mencari bunda di seluruh ruangan yang ada di rumah, tapi bunda tidak ada di rumah. Harum sempat khawatir. Arif menyuruh Harum untuk menghubungi bunda. Tapi, terdengar bunyi mobil di luar dan bunda keluar dari mobil taksi itu.
“Bunda dari mana?”
“Bunda? Oh, bunda tadi . . .bunda tadi dari klinik.”
“Dari klinik? Bunda sakit apa?”
“Bunda gak sakit apa-apa, kamu jangan khawatir. Bunda mau periksa soalnya bunda sering pusing. Ternyata bunda hanya kecape’an. Oh ada nak Arif.”
“Siang tante.”
Mereka berbincang-bincang di ruang tamu, setelah itu Arif pulang. Bunda meminta Harum untuk mengantar Arif sampai ke luar, tapi Harum menolak dengan banyak alasan. Bunda memaksa Harum dengan alasan bahwa Arif sudah sering mengantarnya pulang. Harum mengantar Arif sampai keluar.
“Kenapa cemberut? Kalo gak mau ngantar aku, ya udah gak usah.”
“Bukan.”
“Tentang tante? Kamu jangan berpikir yang negatif, pokoknya berpikirlah positif ya. Bunda kamu pasti gak apa-apa.”
            Pada malam harinya Harum duduk di taman sendirian termenung seperti memikirkan sesuatu. Tanpa disengaja Arif juga berada di taman tersebut sedang berjalan-jalan sambil mendengarkan lagu yang ia dengarkan dengan memakai earpiece. Ia melihat Harum yang sedang duduk di kursi taman panjang itu. Ia tersenyum melihat Harum dan langsung mendekati Harum.
“Ternyata puteri kodok jelek sekali ya kalo lagi cemberut, tapi udah sering sih ngelihatnya.”
“Arif, ngapain kamu ke sini? Muncul tiba-tiba kayak hantu aja. Aku tu heran deh kenapa sih kamu ada di mana-mana?”
“Itu tandanya di situ ada kamu, di situ ada aku. Jangan-jangan kamu lagi mikirin aku ya? Atau jangan–jangan kamu selalu bawa aku ke mana-mana ya?”
“Apaan sih, ngomong tu to the point aja.”
“Ya iya, kamu selalu bawa aku ke mana aja di dalam hati kamu.”
“Ngacok deh.”
“Hem. . . Mikirin apa sih? Bunda? Aku kan udah bilang do not think negative, just think about positive thing.”
“I’m trying but I can’t.”
“Apa kamu gak percaya apa yang bunda kamu bicarakan kemarin?”
“Iya aku percaya tapi . . . ada hal lain.”Harum mengiyakan perkataan Arif walaupun yang ia pikirkan adalah hal lain yang ia sembunyikan dari semua orang.
“Hal lain? I am not gonna ask you what is it. Udah terlalu malam nih, mendingan kita pulang aja yuk.”
Arif pun mengantar Harum pulang. Harum berterima kasih kepada Arif. Arif yang masih di mobilnya menunggu Harum masuk ke dalam rumahnya, setelah itu baru ia pergi.
            Di kampus, sebagian pada hari sabtu anak-anak kuliahan ada yang sibuk dan ada juga yang gak sibuk. Untuk hari sabtu bagi Harum dan teman-temannya bukanlah hari sibuk bagi mereka untuk mengerjakan tugas dari dosen.
“Bunda aku kok aneh ya kebelakangan ini?”
“Aneh? Maksudnya?” Andin yang sedang makan itu bertanya.
“Iya, bunda tu kayak berubah gitu. Dia tu sering nasehatin aku.”
“Bunda kamu berubah? Bukan bunda kali yang berubah, tapi kamunya kali yang berubah.”Windy menyambungi pembicaraan.
“Kok aku sih? Ngapain juga aku berubah.”
“Mungkin kamu lagi jatuh cinta.”
“Jatuh cinta? Sama siapa?”
“Sama Arif.”
“Ih gila kali kamu.”
“Habis, kami sering melihat kalian itu jalan berdua. Iyakan Din?”
“Iya benar.”
            Hari ini tidak disangka-sangka Arif mengajak Harum dan bundanya jalan-jalan ke mall. Harum agak terkejut tapi, ia dan bundanya menerima ajakan Arif. Mereka belanja macam-macam barang. Ketika Harum sedang memilih-milih barang, Arif mengajak bunda bicara agak jauh dari Harum.
“Tante, kira-kira hadiah apa yang bakal Harum suka jika aku kasih dia?”
“Jadi kamu kamu mau ngasih Harum hadiah ni?”
“Iya, gitu deh ceritanya tante.”Arif sesekali melihat Harum dari jauh. Tapi Harum hilang dari pandangannya.
“Harumnya mana Tante?”
“Harum? Lho tadikan ada di situ.”
“Mungkin dia lagi jalan cari barang lagi kali ya?”
“Iya sih. Tapi, kok tante rasanya gak enak gitu.”

Bersambung  .  .  .  .  . (Maaf  Ya)
Aku harap dibaca aja sih
By : Uswatun Hasanah