Monday, 29 April 2013

Salah Satu Cerpan ku


Di baca ya, maaf bersambung soalnya halam nya kebanyakan : )

KECUPAN TERAKHIR UNTUK BUNDA
         
Harum adalah seorang anak yang manja dengan ibunya. Ayahnya meninggal 3 tahun yang lalu dalam kecelakaan lalu lintas. Ia tinggal bersama ibunya yang ia panggil bunda.
            Seperti biasa, ia pergi kuliah bersama 2 teman dekatnya, Andin dan Windy. Ia mengambil jurusan kedokteran. Harum sengaja mengambil jurusan kedokteran, karena dulu ayahnya adalah seorang dokter. Ia sangat menyayangi ayahnya. Ketika ayahnya meninggal, itu adalah saat-saat yang sulit baginya.
            Harum, Andin, dan Windy sering kumpul bersama, biasanya bercerita tentang film yang akan mereka tonton, cowok, sharing cerita yang menyenangkan dan menyedihkan. Mereka sering terlihat tertawa bersama. Bagi Harum, Andin dan Windy adalah pengobat hatinya yang kedua setelah bundanya.Bunda Harum tidak terlalu memanjakan harum sebelum suaminya meninggal. Tetapi sekarang, setelah suaminya meninggal, ia mencoba untuk menghibur hati Harum.
            Sekarang sang bunda berada di ruang tamu sedang menikmati teh hangat. Harum datang mendekat dan langsung berbaring di pangkuan bundanya.
“Bunda, apakah bunda pernah berfikir untuk menggantikan posisi ayah?” Harum bertanya dengan penuh penasaran.
Sang bunda tersenyum manis kepada Harum sambil membelai rambut Harum.
“Mengapa bunda harus melakukan itu sayang? Bunda sangat menyayangi ayahmu, sampai sekarang bunda tidak dapat melupakan kenangan kami bersama. Kami sangat bahagia waktu kami mendapatkan kamu.”
“Pokoknya Harum gak mau punya ayah baru.”
“Sudahlah, kita jangan membicarakan hal itu lagi.”
            Pagi ini begitu cerah, udara segar Harum hirup dengan senang hati. Hari ini ia sangat bersemangat karena hari ini akan diadakan ujian praktikum. Malam tadi ia sudah belajar dan mempersiapkan diri untuk hari ini. Sebelum masuk, di ruang kelas Harum, Andin, dan Windy mengetes kemampuan mereka dulu. Setelah masuk, mereka melakukan ujian dengan hati-hati dan pastinya pertama-tama mereka membaca doa. Seusainya, mereka sangat lega, tapi mereka tetap khawatir dengan nilai yang akan mereka dapt.
“Rum, gimana? Mudah gak tadi?” Andin bertanya dengan nada bahwa dia sudah tahu bahwa temannya itu merasa mudah dalam ujian tadi.
“Pendapatku itu susah.”
“Sudahlah, bilang aja mudah. Toh kamu mahasiswi paling pintar di antara teman-teman di kelas kita.” Windy menimpali.
Harum cuma tersenyum mendengar pernyataan temannya itu.
“Besok kita ujian tertuliskan?” Harum mengalihkan topik.
“Iya, besok kita ujian tertulis.” Windy menjawab.
            Mereka berjalan di sekitar kampus sebelum pulang. Ketika mereka sedang berjalan, Harum bertabrakan dengan seorang cowok, sehingga menyebabkan buku-buku Harum jatuh ke lantai, begitu juga dengan buku-buku cowok tersebut.
“Hei, kalo jalan hati-hati dong!”cowok itu berkata kasar kepada Harum.
“Apa? Yang nabrak itu kamu, mengapa kamu menyalahkan saya?”
“Kalo jalan pake mata dong.”cowok itu berkata lalu meninggalkan Harum.
“Dasar cowok gak tau diri! Siapa sih dia asalan marah aja.”
“Hem,cowok kayak gitu jangan diurusin Harum.”Andin mencoba membuat Harum sabar.
Tapi tanpa Harum sadari, bukunya telah dibawa oleh cowok tersebut dan buku tersebut adalah bahan untuk menghafal untuk ujian tertulis besok.
            Malam harinya, Harum mengemaskan bukunya dan ingin belajar. Ia mencari buku catatannya, tapi ia tidak menemukannya. Lalu, ia menelpon teman-temannya dan jam sudah menunjukkan jam 11.00 malam. Tapi, teman-temannya tidak ada yang menjawab karena temannya sudah tidur. Harum merasa sangat kebingungan. Dalam kebingungannya itu, ia merasa kantuk dan tertidur.
            Besoknya, ia cepat-cepat ingin pergi ke kampus.
“Harum, tidak sarapan dulu?”
“Tidak usah bunda, Harum sarapan di sana aja. Harum buru-buru nih, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”
            Sesampai di kampus, Harum langsung meminjam catatan temannya, dan mencoba untuk menghafal. Tapi, kelas sudah masuk. Harum melaksanakan ujian tertulis tanpa persiapan sama sekali. Ia Cuma bisa mengingat sedikit dengan penjelasan-penjelasan dosennya. Seusai ujian, Harum dan teman-temannya mengobrol.
“Bagaimana bisa buku catatanmu hilang?”Andin bertanya heran, karena dia tahu temannya itu bukanlah orang yang ceroboh.
“Aku juga gak tahu. Aduh, hasil ujianku pasti jelek.”
Tiba-tiba seorang cowok bernama Arif mendekat. Yaitu yang menabrak Harum kemarin.
“Kamu Harum kan?”sambil menatap wajah Harum.
“Iya. Kok kamu tahu? Ooh, kamu cowok yang kemarin kan?”
“Nih, buku kamu kebawa.”Arif langsung meninggalkan Harum.
“Ha! Hei tunggu! Kamu tau gak, gara-gara kamu aku tu gak bisa ngisi ujianku dengan benar.”
“That is not my bussiness.”
“What? Kamu harus bertanggung jawab dong.”
“Kamu mau aku ngelakuin apa? Menyuap dosenmu supaya dia memberikanmu nilai tinggi.”
“You don’t have to do that. You just need to say sorry.”
“Say sorry to you? Forgeti it! I will never say sorry to a girl like you.”Arif meninggalkan Harum yang sedang menahan amarahnya.
Harum hanya menghela nafas menahan amarahnya.
            Malamnya di ruang tamu, Harum menoton TV dan berbicara sendiri. Ia masih kesal dengan sikap Arif. Kemudian bunda mendekati Harum.
“Harum, kamu kenapa?”
“Gak ada apa-apa bunda.”
“Bunda tau sekali dengan sikapmu. Ayolah ceritakan!”
“Nggak, Harum cuma kesel dengan cowok yang udah salah sama Harum, tapi gak mau minta maaf.”
“Harum, sesunguhnya memberi maaf lebih mulia dari meminta maaf.”
“Jadi, maksud bunda Harum harus memaafkan dia walaupun dia gak minta maaf sama Harum?”
“Jika pemberian maafmu itu ikhlas.”
“Bunda, Harum tu maunya dihibur. Tapi, bunda malah bikin Harum tambah kesel. Harum mau tidur, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaiku salam.”
            Hari di kampus terus berlanjut. Harum duduk di dalam kelas dengan muka cemberut.
“Rum,kamu kenapa sih?”Andin bertanya yang duduk di samping Harum.
“Iya, kayak kesambet setan aja.”Windy menimpali.
“Gak ada salahnya kan kalo aku ngebales?”Harum mulai bicara.
“Balas apaan? Balas surat?”Andin bertanya penasaran.
“Kalo bales surat, aku gak akan mikir segininya kali.”
“Lalu bales apa dong?”
“Jangan bilang kamu akan ngebales perbuatan cowok yang namanya Arif!”Windy mulai curiga.
“Oh, jadi cowok itu namanya Arif.”
“Aduh Rum! Cowok itu kan gak sengaja. Lagi pula dia udah ngembaliin bukumu kan.”
“Tapi gara-gara dia, nalai ulanganku jelek. Hati aku ni rasanya sakit banget. Rasanya mau aku cabik-cabik wajahnya itu.”
“Harum, try to control your emotion.”
“Harum, kalo kamu ngelakuin itu bakal timbul masalah baru.”Andin mencoba membuat Harum lebih tenang.
            Di garasi, Harum mencoba untuk mengeluarkan sepeda motornya. Tapi ada mobil yang menghalanginya. Tiba-tiba ada seorang cowok yang menghidupkan kunci mobil itu. Ternyata itu Arif.
“Oh, jadi ini mobil kamu. Markir mobil tu yang benar dong, jangan ngalangin jalan orang kayak gini.”
Hari ini mood Arif tidak begitu baik, jadi ia membentak Harum tanpa alasan.
“Dasar! Asal bentak aja! Emang aku punya salah apa sih?”
seorang cowok dari belakang berlari-lari memanggil Arif. Bayu, itu adalah teman Arif. Tapi, Arif tidak memperdulikan temannya itu dan langsung pergi dengan mobilnya.
“Em, maaf. Kayaknya temanku marah tanpa sebab sama kamu. Maaf ya, temanku sedang ada masalah.”
Cowok itu langsung pergi mengejar Arif.
            Sesampainya di rumah Arif, Arif langsung masuk dan berdiri di depan mama dan papanya yang sedang bicara. Dalam pembicaraan itu, terlihat mama Arif sedang menangis.
“Mama dan Papa gak serius kan?”
“Keputusan kami sudah bulat nak.”Mama Arif menjawab dengan nada sumbang.
“Papa gak akan menceraikan Mama kan?”
Papa Arif hanya menghela nafas panjang.
Arif yang berdiri berbalik arah dan pergi lagi. Temannya Bayu yang berada di luar mengikuti Arif dan masuk juga ke mobil Arif.
“Rif, kita mau ke mana?”
Tapi Arif tidak menjawab dan membawa mobilnya dengan sangat kencang.
“Rif, jangan laju-laju! Aku gak mau mati sekarang, aku masih mau nikah.”
Arif tidak memperdulikan temannya. Sampailah ia mengeram mendadak  dan berhenti di depan kampusnya sendiri.
“Aku gak mau orang tuaku cerai”
“Iya, aku tau perasaan kamu Rif. Tapi jangan dibawa emosi Rif.”
“Aku gak mau orang tua ku cerai. Aku gak mau orang tuaku cerai!”Arif mengucapkan kalimat terakhir dengan berteriak.
            Keesokan harinya. Siang ini sangat panas. Sebelum pulang, Harum pergi ke toko buku dengan dengan jalan kaki karena toko buku dekat dengan kampus. Ketika berjalan, ia melihat di sebrang jalan Arif yang sedag berjalan.
“Tu dia si arogan.”
Harum menyebrangi jalan dan berlari ke arah Arif.
“Hei! Arif!”
Langkah Harum terhenti ketika melihat Arif jatuh ke tanah tanpa sadarkan diri. Harum langsung berlari dan mencoba membangunkan Arif. Tapi Arif tidak sadar. Lalu Harum membawa Arif ke rumah sakit.
            Di rumah sakit, Harum mencoba untuk mencari HP Arif untuk menghubungi orang tuanya. Tapi, Arif langsung memegang tangan Harum yang sedang memegang Hpnya.
“Tolong jangan hubungi orang tuaku, please!”
“A? I . . .Iya.”
            Sekitar beberapa menit Arif diperiksa,lalu dokter keluar dari kamar di mana Arif di periksa.
“Dok, bagaimana dengan teman saya?”
“Dia cuma pingsan biasa. Dia terlalu letih baik fisik maupun otak. Jadi dia seharusnya banyak istirahat dan jangan banyak berpikir.
“Iya Dok, terima kasih.”
Harum masuk ke kamar Arif dan duduk di kursi yang ada di samping pasien.
“Apa sih yang dipikirkan cowok kayak dia? Kalo soal cewek gak mungkin. Kayaknya dia bukan tipe kayak gitu.”
Tidak lama kemudian Arif siuman.
“Oh, udah sadar?”
Arif mencoba untuk bangkit dari tempat tidurnya, tapi Harum langsung melarangnya
“Dokter bilang kamu terlalu capek, stress. Jadi harus istirahat banyak, jangan terlalu banyak mikir.”
Arif sama sekali tidak memperdulikan Harum. Pikirannya melayang,sambil memandang langit-langit kamar rumah sakit yang berwarna putih kehijau-hijauan. Harum menjadi jengkel dengan sikap Arif.
“Arif, ngomong apa kek situ. Makasih kek, maaf kek.”
“Makasih? Maaf? Emang kenapa aku harus minta maaf?”
“Kan kamu udah salah ngambil buku aku waktu itu.”
“I’ve told you, I will never say sorry.”
“Kalo gak mau bilang minta maaf, bilang makasih aja.”
“Makasih? Untuk apa?”
“Aku kan udah nolongin kamu.”
“Siapa yang mau dibantu. Udah deh, jangan banyak omong! Otak aku ni sumpek tau. Kamu juga kan yang bilang jangan banyak mikir. Mendingan kamu pergi aja deh. Lagipula, aku gak butuh kamu di sini lagi.”
Harum langsung keluar dari kamar yang berbau obat itu walaupun di luar masih tercium bau obat. Harum keluar dengan muka cemberut. Harum sangat marah dengan perlakuan Arif tadi dan ia sangat kecewa telah menolong Arif.

Bersambung ..........
By : Uswatun Hasanah